MUAMALAH (JUAL BELI DAN ASURANSI SYARIAH)




MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA
MUAMALAH
(JUAL BELI DAN ASURANSI SYARIAH)


OLEH: KELOMPOK V

AL MUNAWIR                                       1601104010001
DIAS RAHMATULLAH                                    1601104010025
KURNIAWAN                                        1601103010068
M. RAJUDDIN                                        1601104010058
NORMAN AKBAR                                1601104010015         



FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2017






KATA PENGANTAR


            Alhamdulillahirabbil’alamin segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang senantiasa Allah limpahkan kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Muamalah (Jual Beli dan Asuransi Syariah)” guna memenuhi tugas mata kuliah umum Pendidikan Agama.
            Dalam penulisan makalah ini, tentunya masih jauh dari sempurna. Hal ini dikarenakan keterbatasannya pengetahuan penulis. Oleh karena itu dalam rangka melengkapi kesempurnaan dari penulisan makalah ini, diharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun.
            Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak, baik secara moral maupun materil. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih, terutama kepada:
1.      Dr. Mulia Rahman, S.Pd.I., M.A selaku Dosen Pendidikan Agama Universitas Syiah Kuala
2.      Orang tua, saudara-saudaraku, sahabat-sahabatku, dan seluruh teman yang selalu memberikan masukan, dorongan, dan bantuan yang tak ternilai harganya.







Banda Aceh, 10 April 2017

Penulis



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang berkodrat hidup dalam bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial dalam hidupnya manusia memerlukan manusia-manusia lain yang bersama-sama hidup bermasyarakat, manusia selalu berhubungan satu sama lain, disadari atau tidak, untuk mencukupkan kebutuhan-kebutuhan hidup.
Untuk itu perlu kita ketahui juga bahwasanya dalam islam segala hal yang berkaitan dengan manusia semuanya sudah diatur secara jelas. Aturan tersebut salah satunya yakni terdapat dalam kajian tentang fiqh muamalah yang mana didalamnya mencakup seluruh aturan sisi kehidupan individu dan masyarakat, baik perekonomian, sosial kemasyarakatan, politik bernegara, serta lainnya.

B.     Rumusan Masalah
1.    Pengertian muamalah ?
2.    Pengertian jual beli ?
3.    Rukun dan Syarat jual beli ?
4.    Hal-hal dalam melakukan transaksi ?
5.    Pengertian asuransi ?
6.    Prinsip dasar asuransi ?
7.   Asuransi dalam perspektif Islam ?
8.   Landasan asuransi syariah ?
9.   Prinsip dasar asuransi syariah ?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui tentang pengertian muamalah
2.      Mengetahui tentang pengertian jual beli
3.      Mengetahui tentang rukun dan syarat jual beli
4.      Mengetahu tentang hal-hal dalam melakukan transaksi
5.      Mengetahui tentang prinsip dasar asuransi
6.      Mengetahui tentang asuransi dalam perspektif Islam
7.      Mengetahui tentang landasan asuransi syariah
8.      Mengetahui tentang prinsip dasar asuransi syariah




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Muamalah
Menurut etimologi, muamalah berasal dari kata:  (عا مل – يعا مل – معا ملة) artinya saling bertindak, saling berbuat, dan saling mengamalkan. Menurut etimologi, kata muamalah adalah bentuk masdar dari kata’amala yang artinya saling bertindak, saling berbuat, dan saling beramal.
Dari segi bahasa, "muamalah" berasal dari kata aamala, yuamilu, muamalat yang berarti perlakuan atau tindakan terhadap orang lain, hubungan kepentingan. Kata-kata semacam ini adalah kata kerja aktif yang harus mempunyai dua buah pelaku, yang satu terhadap yang lain saling melakukan pekerjaan secara aktif, sehingga kedua pelaku tersebut saling menderita dari satu terhadap yang lainnya.
Dari berbagai pengertian muamalah tersebut, dipahami bahwa muamalah adalah segala peraturan yang mengatur hubungan antara sesama manusia, baik yang seagama maupun tidak seagama, antara manusia dengan kehidupannya, dan antara manusia dengan alam sekitarnya.
Menurut fiqhi, muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah adalah jual beli dan asuransi syariah.

B.     Jual Beli
1.      Definisi
Pengertian jual beli terdiri dari dua suku kata yaitu “jual” dan “beli”. Sebenarnya kata “jual” dan “beli” mempunyai arti yang satu sama lainnya bertolak belakang.
Kata jual menunjukkan bahwa adanya perbuatan menjual, sedangkan beli adalah adanya perbuatan membeli.
Dengan demikian, perkataan jual beli menunjukkan adanya dua perbuatan dalam suatu peristiwa, yaitu satu pihak menjual dan pihak lain membeli. Maka dalam hal ini terjadilah peristiwa hukum jual beli.
Dari ungkapan di atas terlihat bahwa dalam perjanjian jual beli terlibat dua pihak yang saling menukar atau melakukan pertukaran.
Menurut pengerian syari’at, yang dimaksud dengan jual beli adalah pertukaran harta atas dasar saling rela. Atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (yaitu berupa alat tukar yang sah).

2.      Rukun dan Syarat Jual Beli
Oleh karena perjanjian jual beli merupakan perbuatan hukum yang mempunyai konsekuensi terjadinya peralihan hak atas sesuatu barang dari pihak penjual kepada pihak pembeli,
 maka dengan sendirinya dalam perbuatan hukum ini haruslah dipenuhi rukun dan syarat sahnya jual beli.
2.1. Rukun Jual Beli
Adapun yang menjadi rukun dalam perbuatan hukum jual beli terdiri dari:
a)      Adanya pihak penjual dan pihak pembeli
b)      Adanya uang dan benda
c)      Adanya lafal
Dalam suatu perbuatan jual beli, ketiga rukun itu hendaklah dipenuhi, sebab andaikan salah satu rukun tidak terpenuhi, maka perbuatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai perbutan jual beli.
2.2. Syarat sahnya Jual Beli
Agar jual beli dapat dilaksanakan secara sah dan memberi pengaruh yang tepat, harus dipenuhi beberapa syaratnya terlebih dahulu. Syarat-syarat ini terbagi dalam dua jenis, yaitu syarat yang berkaitan dengan pihak penjual dan pembeli, dan syarat yang berkaitan dengan objek yang diperjualbelikan:
1.      Yang berkaitan dengan pihak-pihak pelaku, harus memiliki kompetensi untuk melakukan aktivitas ini, yakni dengan kondisi yang sudah akil baligh serta berkemampuan memilih. Dengan demikian, tidak sah jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum nalar, orang gila atau orang yang dipaksa.
2.      Yang dimaksud dengan objek jual beli disini adalah benda yang menjadi sebab terjadinya perjanjian jual beli. Benda yang dijadikan objek jual beli ini haruslah memenuhi syarat-syarat berikut: bersih barangnya, dapat dimanfaatkan, milik orang yang melakukan akad, mampu menyerahkan, mengetahui, dan barang yang di akadkan ada di tangan (dikuasai).

3.      Hal-Hal Dalam Melakukan Transaksi
a.       Risiko
Yang dimaksud dengan risiko dalam hukum perjanjian adalah: “kewajiban memikul kewajiban yang disebabkan karena sesuatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak.”
Dari rumusan di atas dapat dikemukakan bahwa risiko dalam perjanjian jual beli adalah suatu peristiwa yang mengakibatkan barang tersebut (yang dijadikan sebagai objek perjanjian jual beli) mengalami kerusakan. Peristiwa itu tidak dikehendaki oleh kedua belah pihak. Bearti terjadinya suatu keadaan yang memaksa di luar jangkaun para pihak.
b.      Perantara (Broker)
Perantara atau broker yang dalam istilah Hukum Islam disebut dengan simsar ialah orang yang menjadi penghubung atau perantara yang memperlancar proses jual beli antara penjual dengan pembeli.
c.       Garansi (Syarat Bebas Cacat)
Menurut pandangan ahli Hukum Islam perjanjian seperti itu dapat   diterima (tidak bertentangan) dengan Hukum Islam. Ibnu Al Qayyim dalam Sayyid Sabiq (12), (1988: 92) mengemukakan, itu kesepakatan dari mereka bahwa jual beli sah dan boleh adanya syarat bebas cacat.
d.      Jual Beli Valuta Asing
Jual beli valuta asing dapat diterima dalam Hukum Islam asalkan prosedur pelaksanaanya sesuai dengan ketentuan jual belipada umumnya(tentang syarat sahnya jual beli periksalah uaraian redahulu).
e.       Penimbunan Barang
Yang dimaksud dengan penimbunan barang adalah membeli barang dengan jumlah besar agar barang tersebut berkurang di pasar sehingga harganya (barang yang ditimbun tersebut) menjadi naik, dan pada waktu harga naik baru kemudian dilepas (dijual) ke pasar sehingga mendapat keuntungan yang belipat ganda. Penimbunan barang menurut Hukum Islam dilarang, sebab akan dapat menimbulkan kesulitan bagi masyarakat banyak, serta menyusahkan bahkan dapat merusak struktur perekonomian suatu masyarakat dan negara.
f.       Pembayaran yang Didahulukan (As-Salam)
Pembayaran yang didahulukan dalam istilah Hukum Islam disebut dengan as-salam dan dinamai juga as-salaf. Yang dimaksud dengan pembayaran yang didahulukan adalah penjualan suatu barang yang masih berada dalam tanggungan penjual, namun pembayaran terhadap barang tersebut telah dilakukan oleh pembeli terlebih dahulu.
g.     Jual Beli Kredit
Adapun yang dimaksud dengan pembelian dengan cara kredit adalah suatu pembelian yang dilakukan terhadap suatu barang tersebut dilakukan secar berangsur-angsur sesuai dengan tahapan pembayaran yang telah disepakati kedua belah pihak (pembeli dan penjual). Jual beli kredit dibolehkan, sebab kalau tidak dengan pembelian secara cicilan/kredit maka pembelian tidak dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya, sedangakan barang yang dibeli dengan kredit tersebut sangat berperan baginya untuk melakukan usaha memperlancar kegiatan usaha, dan lain-lain. Dengan kata lain, sudah merupakan keadaan memaksa.

C.     Asuransi
·        Definisi
Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance yang artinya dalam bahasa Indonesia “pertanggungan”. Mengenai definisi asuransi secara baku dapat dilacak melalui peraturan (perundang-undangan) dan beberapa buku yang berkaitan dengan asuransi, seperti yang di bawah ini:
·         Muhammad Muslehuddin dalam bukunya Insurance and Islamic Law mengadopsi pengertian asuransi dari Encyclopaedia Britanica sebagai suatu persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang, yang dapat ditimpa kerugian, guna menghadapi kejadian yang tidak dapat diramalkan, sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah seorang dari mereka maka beban kerugian tersebut akan disebarkan keseluruh kelompok.
·         Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Hukum Asuransi di Indonesia memaknai asuransi sebagai suatu persetujuan di mana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang menjamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas.

·        Prinsip Dasar Asuransi
Industri asuransi, baik asuransi kerugian maupun asuransi jiwa memiliki prinsip-prinsip yang menjadi pedoman bagi seluruh penyelenggara kegiatan perasuransian di mana pun berbeda.
·         Insurable Interest (Kepentingan di Pertanggungkan)
Secara sederhana insurable interest  dapat dipahami bahwa orang itu akan menderita apabila peristiwa yang di pertanggungakan itu terjadi. Sebagai contoh, perusahaan asuransi harta benda tentu tidak akan menjual polisnya pada bukan pemilik gedung tersebut, karena orang tadi tidak akan menderita kerugian ekonomi andaikata gedung tersebut hancur rusak terbakar.
Darmawi mendefinisikan insurable interest sebagai hak atau adanya hubungan dengan persoalan pokok dari kontrak, seperti menderita kerugian finansial sebagai akibat terjadinya kerusakan, kerugian, atau kehancuran suatu harta.
·         Utmost Good Faith (Kejujuran Sempurna)
Utmost good faith adalah bahwa kita berkewajiban memberitahukan sejelas-jelasnya dan teliti mengenai segala fakta-fakta penting yang berkaitan dengan objek yang di asuransikan.
Muslehuddin memakai kata uberrima fides untuk memakai prinsip kejujuran sempurna. Prinsip ini pun menjelaskan resiko-resiko yang dijamin maupun yang dikecualikan, segala persyaratan dan kondisi pertanggungan secara jelas serta teliti. Kewajiban untuk memberikan fakta-fakta penting tersebut berlaku:
a.       Sejak perjanjian mengenai perjanjian asuransi dibicarakan sampai kontrak asuransi dibuat, yaitu pada saat kami menyetujui kontrak tersebut.
b.      Pada saat perpanjangan kontrak asuransi.
c.       Pada saat terjadi perubahan pada kontrak asuransi dan mengenai hal-hal yang ada kaitannya dengan perubahan-perubahan itu.
·         Indemnity (Indemnitas)
Kebanyakan kontrak asuransi kerugian dan kontrak asuransi  kesehatan merupakan kontrak indemnity atau “kontrak pengganti kerugian”.  Penanggung menyediakan penggantian kerugian untuk kerugian yang nyata diderita tertanggung, dan tidak lebih besar daripada kerugian ini. Batas  tertinggi kewajiban penanggung berdasarkan prinsip ini adalah memulihkan tertanggung pada ekonomi yang sama dengan posisinya sebelum terjadinya kerugian.
·         Subrogation (Subrogasi)
Prisip subrogasi diatur dalam pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yang berbunyi: “Apabila seorang penanggung telah membayar ganti rugi sepenuhnya kepada tertangung, maka penanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung, dalam segala hal untuk menuntut pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian pada tertanggung”.  
·         Contribution (Kontribusi)
Prinsip kontribusi berarti bahwa apabila penanggung telah membayar penuh ganti rugi yang menjadi hak tertanggung, maka penanggung berhak menuntut perusahaan-perusahaan lain yang terlibat suatu pertanggungan untuk membayar bagian kerugian masing-masing yang besarnya sebanding dengan jumlah pertanggungan yang ditutupnya.

1.      Asuransi dalam Perspektif Islam
Ada dua kata utama yang menjadi kata kunci pembahasan dalam babini, yaitu; asuransi dan hukum Islam. Kata asuransi menjadi domein pertama yang mengharuskan bagi domein kedua (ukum Islam) untuk memberikan tinjauan serta pembaasan yang mendalam terhadap asuransi. Tinjauan ini dalam bentuk aspek hukum yang terkandung dalam ajaran Islam; yaitu dalam wujud pertanyaan “Bagaimana seharusnya hukum Islam melihat praktik asuransi yang berkembang dewasa ini? Dan bagaimana seharusnya asuransi yang dibolehkan dalam ajaran Islam itu?” Sebuah pertanyaan yang mengaruskan ada jawabannnya.
Dengan didasarkan pada sebua asumsi awal yang menjelaskan bahwa dalam ajaran Islam telah sempurna dan mempunyai nilai yang universal serta mencakup seluru aspek hidup dan kehidupan manusia, maka segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan manusia telah dijamin adanya norma yang mengatur aktivitas kehidupan tersebut. Selaras dengan firman Allah SWT. Dalam QS. Al-maidah [5]: 3, yang artinya:
“. . . Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku   cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku ridhai Islam itu jadi agama bagimu . . .“(QS. Al-maidah [5]: 3)



d.      Nilai Filosofis Asuransi Syariah
Bangunan yang membentuk adanya asuransi syariah didasarkan pada prinsip dasar dari nilai yang berlaku pada diri manusia. Manusia terlahir dibekali dengan dua kekuatan, yaitu kekuatan pembentuk yang berasal dari Tuhan (roh) yang cenderung berbuat baik dan kekuatan pembentuk yang berasal dari materi (unsur tanah). Nilai tersebut merupakan pembawaan manusia sejak lahir yang bersifat alami yang terikat oleh aturan-aturan  yang berasal dari Allah SWT. Dengan berbekal kedua kekuatan tersebut, manusia dituntut untuk membaca segala norma atau aturan-aturan Tuhan yang ada di alam semseta, sehingga segala gerak yang dilakukan manusia tertuju pada ketentuan yang digariskan oleh-Nya.
      Allah SWT. menciptakan manusia di muka bumi sebagai khalifah yang bertugas untuk memakmurkan kehidupan di muka bumi. Firman Allah SWT. Dalam QS. Al-Baqarah [2]:30, yang artinya:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “sesungguhnya Aku hendak menjadikan (khalifah) di muka bumi ...” (QS.Al-Baqarah [2]:30)
       Tugas tersebut merupakan beban yang berat bagi seorang manusia. Karena statusnya sebagai khalifah (wakil Allah), manusia dituntut untuk memberikan kemakmuran dan ketentraman di alam semesta, bukan sebaliknya seperti yang diprediksikan (dikhawatirkan) oleh malaikat sebagai makhluk yang membawa bencana atau malakapetaka di atas permukaan bumi.

2.      Landasan Asuransi Syariah
Landasan asuransi syariah adalah sumber dari pengambilan hukum praktik asuransi syariah. Karena sejak awal asuransi syariah dimaknai sebagai wujud dari bisnis pertanggungan yang di dasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam ajaran islam, yaitu al-Qur’an dan sunnah Rasul, maka landasan yang dipakai dalam hal ini tidak jauh berbeda dengan metedologi yang dipakai oleh sebagian ahli hukum Islam.
Kebanyakan ulama (jumhur) memakai metedologi konvensional dalam mencari landasan syariah (al-asas al-syar’iyyah) dari suatu pokok masalah.  Adapaun landasan-landasan dalam praktik asuransi adalah sebagai berikut:
1.      Al-Qur’an
Al-Qur’an tidak menyebutkan secara tegas ayat yang menjelaskan tentang praktik asuransi seperti yang ada pada saat ini. Hal ini terindikasi dengan tidak munculnya istilah asuransi atau al-ta’min secara nyata dalam al-Qur’an. Walaupun begitu al-Qur’an masih mengakomodir ayat-ayat yang mempunyai muatan niai-nilai dasar yang ada dalam praktik asuransi, seperti nilai dasar tolong-menolong, kerja sama, atau semangat untuk melakukan proteksi terhadap peristiwa kerugia dimasa mendatang.
Diantara ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai muatan nilai-nilai yang ada alam praktik asuransi adalah surah al-maidah [5]: 2 yang artinya:
“...Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwala kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.
(QS. Al-maidah [5]: 2)
Ayat ini memuat perintah tolong-menolong antar sesama manusia. Dalam bisnis asuransi, nilai ini terlihat dalam praktik kerelaan anggota (nasabah) perusahaan asuransi untuk menyisihkan dananya agar digunakan sebagai dana sosial (tabarru’). Dana sosial ini berbentuk rekening tabarru’ pada perusahaan asuransi dan difingsikan untuk menolong salah satu anggota (nasabah) yang sedang mengalami musibah.
2.      Sunnah Nabi
Pengertian sunnah secara bahasa adalah jalan yang ditempuh, tradisi, dan terpuji. Kalangan ahli agama di dalam memberikan pengertian sunnah berbeda-beda, sebab para ulama memandang sunnah dari segi yang berbeda-beda pula dan membicarakannya dari segi yang berlainan.
3.      Piagam Madinah
Rasulullah SAW. Mengundangkan sebuah peraturan  yang terdapat dalam Piagam Madinah yaitu sebuah konstistusi pertama yang memperhatikan keselamatan hidup hidup para tawanan yang tinggal di negara tersebut. Seseorang yang menjadi tawanan perang musuh, maka aqilah dari tawanan tersebut akan menyumbangkan tebusan dalam bentuk pembayaran (diyat) kepada musuh, sebagai pesanan yang memungkinkan terbebaskan tawanan tersebut.
4.      Praktik Sahabat
Praktik sahabat berkenaan dengan pembayaran hukuman (ganti rugi) pernah dilaksanakan oleh Khalifah kedua, Umar bin Kattab. Pada suatu ketika Kalifah Umar memerintahkan agar daftar (diwan) saudara-saudara muslim disusun perdistrik. “Orang-orang yang namnya tercantum dalam diwan tersebut berhak menerima bantuan dari satu sama lain dan harus menyumbang untuk pembayaran hukuman atas pembunuhan (tidak disengaja) yang dialkukan oleh salah seorang anggota masyarakat mereka. Umarlah orang yang pertama kali mengeluarkan perintah untuk menyiapkan daftar secara profesional perwilaah, dan orang-orang yang terdaftar diwajibkan saling menanggung beban.
5.      Ijma
Para sahabat telah melalukan ittifaq (kesepakatan) dalam hal ini (aqilah). Terbukti dengan tidak adanya pertentangan oleh saabat lain terhadap apa yang dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mereka bersepakat mengenai persolan ini.
6.      Syar’u Man Qablana
Syar’u man qablana dalam pandangan Wahhab Khalaf adalah salah satu dalil hukum yang dapat dijadikan pedoman (sumber) dalam melakukan penentuan hukum (istimbath al-hukm) dengan mengacu pada cerita dalam Al-Qur’an atau sunnah Nabi yang berkaitan dengan hukum syar’i umat terdahulu tanpa adanya pertentangan dengan ketetapan yang ada dalam al-Qur’an maupun sunnah Nabi.
7.      Istihsan
Istihsan dalam pandangan ahli uhsul adalah memandang sesuatu iu baik. Kebiasan dari kebiasan akhidah dikalangan suku Arab kuno terletak pada kenyataan bahwa ia dapat menggantikan balas dendam berdarah.

3.      Prinsip Dasar Asuransi Syariah
Sebuah bangunan hukum akan tegak secara kokoh, jika dan hanya jika di bangun atas pondasi dan dasar yang kuat. Ibarat sebuah rumah, jika dibangun dengan pondasi yang rapuh maka cepat atau lambat rumah itu akan mengalami kehancuran dan roboh diterpa badai. Sebaliknya, bangunan rumah yang didasari dengan pondasi yang kuat akan mengasilkan sebuah rumah yang kokoh dan tahan terhadap badai.
Begitu juga asuransi, harus dibangun diatas fondasi dan prinsip yang kuat serta kokoh. Dalam hal ini, prinsip dasar asuransi syariah ada sepuluh macam yaitu:
1.      Tauhid (unity)
Prinsip tauhid (unity) adalah dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang ada dalam syariah Islam. Setiap bangunan dan aktivitas kehidupan manusia harus didasarkan pada nilai-nilai tauihidy. Artinya bahwa dalam setiap gerak langkah serta bangunan hukum harus mencerminkan nilai-nilai ketuhanan.
      Sehingga dalam tingkat tertentu dapat dipahami bahwa semua gerak yang ada di alam semesta merupakan gerak dan asma dari Allah SWT. Dalam hal ini Allah SWT. Berfirman dalam QS. Al-Hadid [57]:4, yang artinya.
“... dan Dia selalu bersamamu di mana pun kamu berada”. (QS. Al-Hadid [57]:4)
2.      Keadilan (justice).
Prinsip kedua dalam beransuransi adalah terpenuhinya nilai-nilai keadilan (justice) antara pihak-pihak yang terkait dengan akad asuransi. Keadilan dalam hal ini di pahami sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah (anggota) Dan perusahaan asuransi.
3.      Tolong-menolong (ta’awun)
Prinsip dasar yang laindalam melaksanakan kegiatan berasuransi harus didasari dengan semangat tolong-menolong (ta’awun) Antara anggota (nasabah). Seseorang yang masuk asuransi, sejak awal harus mempunyai niat dan motivasi untuk membantu dan meringankan beban temannya yang pada suatu ketika mendapatkan musibah atau kerugian. Dalam hal ini, Allah SWT. Telah menagaskan dalam firman-Nya QS. Al-Maidah [5]:3
”... Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesunguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”(QS al-maidah [5]:2)
4.      Kerja Sama (cooperation)
Prinsip kerja sama (cooperation) merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam literatur ekonomi islami. Manusia sabagai makhluk yang mendapat mandat dari Khaliq-nya untuk mewujudkan perdamaian dan kemakmuran di muka bumi mempunyai dua wajah yang tidak dipisahkan satu sama lainnya, yaitu sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial.
5.      Amanah ( trustworthy/al-amanah)
Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas (bertanggungjawaban) perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap peiode. Dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberi kesempatan yang besar bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi harus mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam bermuamalah dan melalui auditor public.
6.      Kerelaan (al-ridha)
Prinsip kerelaan (al-ridha) dalam ekonomika islami berdasar pada firman Allah SWT. Dala QS an-Nisa’ [4]:29
“...kerelaan di antara kamu sekalian....”
Ayat ini menjelaskan tentang keharusan untuk bersikap rela dan ridha dalam setiap melakukan akad (transaksi), dan tidak ada paksaan antara pihak-pihak yang terikat oleh perjanjian akad. Sehingga kedua belah pihak bertransaksi atas dasar kerelaan bukan paksaan.
7.      Larangan riba
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan untuk istilah teknis riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara terdapat benang merah yang menegasakan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam islam.


8.      Larangan maisir (judi)
Syafi’i Antonio mengatakan bawa unsur maisir judi artinya adanya salah satu pihak yang untung namun di lain pihak justru mengalami kerugian. Hal ini tampak jelas apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa reversing period, biasanya tahun ketiga maka bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan kecuali sebagian kecil saja. Juga adanya unsur keuntungan yang diperoleh oleh pengalaman underwriting, dimana untung-rugi terjadi sebagai hasil ketetapan.
9.      Larangan gharar (ketidak pastian)


Gharar dalam bahasa adalah al-khida’ (penipuan) yaitu suatu tindakan yang dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. Wahbah al-Zuhaili memberi pengertian tentang gharar sebagai al-khatar dan al-taghrir, artinya penampilan yang menimbulkan kerusakan (harta) atau sesuatu yang tampaknya menyenangkan tetapi hakikatnya menimbulkan kebencian. Oleh karena itu dikatakan: al-dunya mata’ul ghuruur artinya dunia itu adalah kesenangan yang menipu.


M. Anwar Ibrahim mengatakan bahwa ahli figh hampir sepakat mengenai definisi gharar, yaitu untung-untungan yang sama kuat antara ada dan tidak ada, atau sesuatu yang mungkin terwujud dan tidak mungkin terwujud.
Rasulullah SAW. Bersabda tentang gharar dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari yang artinya sebagai berikut:
“Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah SAW. melarang jual-beli hashah dan jual-beli gharar.” (HR. Bukhari-Muslim)




























BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Dalam pembahasan makalah ini, kelompok V dapat menyimpulkan bahwa muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditentukan. Hal yang termasuk muamalah yaitu:
1.  Jual beli yaitu penukaran harta atas dasar saling rela. Hukum jual beli adalah mubah, artinya hal tersebut diperbolehkan sepanjang suka sama suka.
Dalam pelaksanaan jual beli juga ada rukun dan syarat jual beli yaitu:
1.  Penjual dan pembeli
2.  Uang dan benda yang dibeli
3.  Lafaz ijab dan Kabul
     Syarat jual beli yaitu:
1.      Berkaitan dengan pihak penjual dan pembeli
2.      Berakaitan dengan objek yang diperjualbeikan
Di dalam melakukan transaksi jual beli ada terdapat berbagai hal di antaranya yakni risiko, perantara (broker), garansi (syarat bebas), jual beli valuta asing, penimbunan barang, pembayaran yang didahulukan (as-salam), jual beli kredit.
2.  Asuransi adalah sebagai suatu persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang, yang dapat ditimpa kerugian, guna menghadapi kejadian yang tidak dapat diramalkan, sihingga bila kerugian tersebut menimpa salah seorang dari mereka maka beban kerugian tersebut akan disebarkan keseluruh kelompok.
Didalam asuransi terdapat prinsip-prinsip dasar asuransi yakni Insurable Interest (Kepentingan di Pertanggungkan), Utmost Good Faith (Kejujuran Sempurna), Indemnity (Indemnitas), Subrogation (Subrogasi), Contribution (Kontribusi).
Kemudian asuransi dalam perspektif hukum Islam  terdapat filosofis asuransi syariah yakni tentang bangunan yang membentuk adanya asuransi syariah didasarkan pada prinsip dasar dari nilai yang berlaku pada diri manusia. Manusia terlahir dibekali dengan dua kekuatan, yaitu kekuatan pembentuk yang berasal dari Tuhan (roh) yang cenderung berbuat baik dan kekuatan pembentuk yang berasal dari materi (unsur tanah). Nilai tersebut merupakan pembawaan manusia sejak lahir yang bersifat alami yang terikat oleh aturan-aturan  yang berasal dari Allah SWT. Dengan berbekal kedua kekuatan tersebut, manusia dituntut untuk membaca segala norma atau aturan-aturan Tuhan yang ada di alam semseta, sehingga segala gerak yang dilakukan manusia tertuju pada ketentuan yang digariskan oleh-Nya.
Salah satu landasan asuransi syariah yaitu Al. Qur’an, Sunnah Nabi, Piagam Madina, Praktik Sahabat, Ijma, Syar’u Man Qablana, Istihsan.

·         Prinsip-prinsip Dasar Asuransi Syariah, yaitu:
a) Tauhid (unity)
b) Keadilan (justice)
c) Tolong menolong (ta’awun)
d) Kerja sama (cooperation)
e) Amanah ( trustworthy / al-amanah )
f) Kerelaan ( al-ridha )
g) Larangan riba
h) Larangan maisir ( judi )
i)  Larangan gharar





DAFTAR PUSTAKA
Ash Shiddieqy, Hasbi. 1989. Pengantar Fiqh Muamalah. Jakarta: Bulan Bintang.

Darmawi, Herman, Manajemen Asuransi, Jakarta: Bumi Aksara, 2001, Cet.ke,3.

Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And Genera): Konsep dan Sistem Oprasional, Jakarta: Gema Insani, 2004, hlm. 28

Purba, Radiks, Memahami Asuransi di Indonesia, Jakarta: PPM, 1992.

Siddiqi, Mahmud Abu. 1991. Kegiatan Ekonomi dalam Islam. Jakarta: Bumi Aksara.










Komentar

  1. CASINO TOWNSHIP, NJ - JT Marriott
    Host 경산 출장마사지 your event at JT Marriott New Jersey 이천 출장샵 Hotel 경주 출장마사지 and Casino. The property 청주 출장마사지 offers three bars, a restaurant, 충청북도 출장안마 and a spa centre. Book your stay and

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

NILAI-NILAI DASAR EKONOMI ISLAM

MANAJEMEN KONVENSIONAL VS MANAJEMEN ISLAMI

ISTILAH-ISTILAH INSTRUMEN SUMBER PENERIMAAN KEUANGAN NEGARA DALAM KEUANGAN PUBLIK ISLAM